Pengertian Istilah Masa Puber Kedua dan Krisis Paruh Baya
Pengertian Istilah Masa
Puber Kedua dan Krisis Paruh Baya
Senin, 02 Agustus 2010
Blog
Shares
Sharing
Puber kedua adalah masa dimana seseorang mengalami perpindahaan tahapan
dari dewasa menjadi tua, dan biasanya proses perpindahaan ini diikuti
dengan rasa khawatir atau ketakutan, seperti takut menjadi tua atau
tidak terlihat menarik lagi. Puber kedua menjadi trend dikalangan para
orang-orang mapan di Indonesia, perilaku mereka yang aneh dan cenderung
selalu tampil menarik membuat para orang tua ini juga mempunyai jiwa
muda.
download film puber kedua, dampak sosial puber kedua dan cara mengatasi
puber keduaPerlu diketahui bersama bahwa Istilah puber kedua tidak ada
dalam perkembangan hidup manusia. Perlilaku aneh dan tergolong sedikit
menyimpang terjadi karena adanya krisis perkembangan yang semasa muda
mereka alami. Misalnya dari masa anak-anak memasuki masa remaja, atau
dari masa dewasa muda memasuki masa dewasa muda, dan para psikolog
menyebut itu sebagai krisis paruh baya. Belakangan ada pula istilah yang
menjadi bahan diskusi yaitu krisis seperempat abad, karena
diindikasikan bahwa dari masa remaja memasuki masa dewasa muda ada
berbagai goncangan dan gejolak yang harus ditanggulangi oleh individu,
terutama mengenai keharusan lebih bertanggung jawab di dalam kehidupan
bermasyarakat.
Sekali lagi bahwa puber kedua itu tidak ada. Kalau pun ada gejolak, itu
disebut krisis paruh baya, yang disebabkan oleh banyaknya perubahan yang
terjadi. Secara fisik terjadi penurunan fungsi fisiologis. Pada
perempuan, terutama terlihat ketika memasuki periode klimakterium yang
akhirnya berujung pada menopause. Pada laki-laki karena ada berbagai
tantangan berat yang harus dihadapi di dalam pekerjaan, misalnya harus
sudah mapan, harus produktif, harus menghasilkan lebih karena tuntutan
keluarga lebih besar dan periode pernikahan sudah cukup lama, maka ada
potensi timbul berbagai gejolak sebagai wujud atau ekspresi kejenuhan.
Krisis ini sebenarnya tidak berbahaya jika dikelola dengan baik oleh
individu, akan lebih baik jika mendapatkan dukungan dari orang terdekat,
khususnya pasangan. Bila tidak tertangani, segala kemungkinan dapat
terjadi. Konflik rumah tangga bisa berujung pada perceraian, atau secara
emosional dapat juga terjadi berbagai masalah, antara lain meningkatnya
stres dan kejenuhan, kecemasan hingga depresi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar